Canang Sari

13/05/2013 13:04

Canang sari adalah salah satu persembahan harian yang dibuat oleh umat Hindu Bali untuk mengucapkan terima kasih kepada Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) dalam pujian dan doa. Canang sari akan terlihat di Pura, di merajan atau sanggah di rumah-rumah, dan di atas tanah atau sebagai bagian dari persembahan yang lebih besar.

Ungkapan canang sari berasal dari kata dalam bahasa Bali yaitu sari (esensi) dan canang (keranjang daun palem kecil seperti nampan). Canang sendiri terdiri dari dua suku kata bahasa Kawi ca (indah) dan nang (tujuan).

Canang sari memiliki beberapa bagian, ada peporosan, ceper, raka-raka, dan sampian urasari. Peporosan atau bahan inti terbuat dari daun sirih, kapur, gambir, pamor, tembakau dan buah pinang. Bahan peporosan adalah melambangkan Trimurti, tiga Dewa utama dalam agama Hindu. Shiva dilambangkan dengan kapur, Wisnu dilambangkan dengan sirih, dan Brahma dilambangkan dengan gambir. Canang sari dilindungi oleh ceper (nampan yang terbuat dari daun palem) sebagai simbol Ardha Candra. Raka-raka atasnya dengan sampian urasari, yang dilapis oleh bunga. Sebuah canang sari selesai dengan menempatkan di atas canang sejumlah kepeng (uang koin) atau uang kertas, yang dimaksudkan untuk membuat esensi ("sari") dari korban.

Canang sari dihaturkan setiap hari kepada Sang Hyang Widhi Wasa sebagai bentuk terima kasih untuk perdamaian yang telah diberikan kepada dunia, ini adalah korban sederhana sehari-hari dalam rumah tangga. Filosofi di balik korban adalah pengorbanan diri sendiri dalam hal mereka membutuhkan waktu dan usaha untuk persiapan. Canang sari tidak dihaturkan ketika ada kematian dalam masyarakat atau keluarga. Canang sari juga digunakan pada hari-hari tertentu, seperti: Kliwon, Purnama, dan Tilem.

Back

Search site

© 2013 All rights reserved.